Anwar Jusuf*, Agus Dwi Susanto*, Mukhtar Ikhsan* dan Menaldi Rasmin * Departement Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PENDAHULUAN Kanker paru dan mesotelioma erat hubungannya dengan pajanan zat berbahaya di tempat kerja. Keduanya berkorelasi dengan rokok sigaret dan bahan-bahan karsinogen di tempat kerja.1 Data penelitian menunjukkan 3-17% kanker paru berhubungan dengan pajanan di tempat kerja, sedangkan pajanan bahan di tempat kerja berkontribusi terhadap 85-90% kasus mesotelioma pada laki-laki di Amerika Serikat (AS).1,2 International Agency for Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikan 150 bahan dan zat yang bersifat karsinogen termasuk seperti asbes, kadmium dan benzen yang terdapat di tempat kerja. Bahan-bahan karsinogen untuk kanker paru di tempat kerja yang tersering adalah asbes, radon, arsenik, krom, silika, berilium, nikel, kadmium dan hasil pembakaran disel, sedangkan bahan karsinogen yang penting untuk mesotelioma di tempat kerja adalah asbes.1 Asbes adalah bahan yang paling banyak dibicarakan sebagai penyebab mesotelioma dan kanker paru. Dikenal 2 kelompok produk bahan asbes yaitu asbes putih atau chrysotile dan asbes biru atau kelompok amphibole.3 Asbes kelompok amphibole sudah terbukti bersifat karsinogen baik untuk kasus kanker paru maupun mesotelioma. Sampai saat ini yang masih menjadi perdebatan di dunia adalah keamanan dan karsinogenisiti chrysotile.3-6 Asbes putih saat ini digunakan luas oleh industri dan produknya di masyarakat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asbes putih (chrysotile) mempunyai serat yang lebih pendek dan diretensi dalam waktu relatif singkat. Chrysotile dikatakan relatif aman dan kurang berisiko karsinogen terutama pada kejadian mesotelioma. Meskipun begitu pajanan dalam dosis cukup besar dalam waktu lama tetap mempunyai risiko karsinogen.4 EPIDEMIOLOGI, MORTALITI DAN RISIKO RELATIF Penelitian di AS tahun 1997 menunjukkan sekitar 6-10% kasus kanker berhubungan dengan pajanan di tempat kerja, sedangkan data penelitian di Australia tahun 1998 menunjukkan sekitar 1% kematian disebabkan oleh kanker akibat pajanan di tempat kerja.1 Pajanan tempat kerja berkontribusi sekitar 5% kasus kanker paru di AS.7 Dari data penelitian lain ditemukan 3-17% kanker paru berhubungan dengan pekerjaan.2 Nilai risiko relatif untuk semua karsinogen paru (tidak termasuk radon) bervariasi 1,31-3,69. Dengan dasar tersebut diperkirakan di AS pajanan tempat kerja masa lalu menyebabkan masalah 9000-10.000 kanker paru pada laki-laki dan 900-1900 pada perempuan setiap tahunnya.1 Penelitian di Swedia menunjukkan proporsi sebesar 9,5% diperkirakan kanker paru yang berhubungan dengan pajanan hasil pembakaran diesel dan bahan-bahan lain serta asbes. Analisis peningkatan dosis menunjukkan peningkatan risiko kanker paru sebesar 14% perserat asbes pertahun per ml.8 Begitu pula penelitian di Jerman menunjukkan peningkatan risiko kanker paru dalam hubungan dengan pajanan bahan/partikel industri dan tempat kerja yaitu kristal silika, man-made mineral fibers, asbes, hasil pembakaran diesel dan hidrokarbon aromatik.9 Angka kasus kanker paru yang berhubungan dengan asbes di Inggris diperkirakan sekitar 1800 kematian pada tahun 2002.10 Penelitian di China tahun 1993 menemukan 67 kasus kanker paru pada pekerja yang terpajan asbes. Dalam penelitian ini ditemukan efek sinergis dengan kebiasaan merokok sigaret. Pada penelitian lain pekerja perempuan tidak merokok menunjukkan angka mortaliti yang tinggi karena kanker paru dengan RRs 6.6 yang terpajan asbes chrysotile.11 Insidens mesotelioma akibat asbes diperkirakan 2 per 1 juta pertahun pada perempuan dan 10-30 per 1 juta pertahun pada laki-laki. Pada pekerja yang terpajan asbes berat insidens mencapai 366 per 100.000 pertahun.12 Pajanan di tempat kerja di AS diperkirakan menyebabkan 85-90% kasus mesotelioma pada laki-laki dan 23-90% pada perempuan.1 Diperkirakan 3000 orang meninggal setiap tahun akibat mesotelioma di AS. Di wilayah Australia insidens mesotelioma adalah 66 per 1 juta pada laki-laki usia > 35 tahun pada tahun 1980.13 Analisis data di AS dari tahun 1973-2000 menunjukkan kasus mesotelioma semakin meningkat dan diperkirakan ada sekitar 7000 kasus mesotelioma pada laki-laki/tahun antara tahun 2003-2054.14 Angka kematian setiap tahun akibat mesotelioma dalam kaitan dengan asbes di Inggris meningkat dari 153 pada tahun 1968 menjadi 1862 pada tahun 2002 (Gambar 1). Diperkirakan angka kematian akan mencapai 1950 sampai 2450 setiap tahun pada tahun 2011-2015.10
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengeluarkan pedoman tentang karsinogen di tempat kerja dan perkiraan risiko relatif terhadap kejadian kanker paru, leukemia dan mesotelioma. Berdasarkan data tersebut Indonesia termasuk daerah dengan mortaliti rendah baik pada anak maupun dewasa. Risiko relatif untuk kanker paru akibat pajanan karsinogen di tempat kerja (tidak termasuk radon) diperkirakan 1,6. Kasus mesotelioma diperkirakan akan mengalami peningkatan insidens 50-150% pada tahun 2015. Peningkatan insidens terutama pada wilayah Eropa Barat, Amerika, Australia, Afrika Selatan dan Selandia Baru yaitu 17-35 per 1 juta pertahun. Pada tahun 2004 sekitar 10.000 kasus mesotelioma pertahun untuk Eropa Barat, Amerika, Australia dan Jepang. Sedangkan untuk Eropa Timur, Asia dan Amerika Selatan tidak ada data yang akurat. Perkiraan risiko relatif beberapa bahan karsinogen untuk kanker paru dan angka mortaliti mesotelioma dapat dilihat pada tabel 1. Analisis risiko dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor antara lain dosis pajanan, jenis kelamin, kebiasaan merokok, periode laten, nutrisi dan lainnya. 1
BAHAN KARSINOGEN DI TEMPAT KERJA
Tabel 2. Bahan Karsinogen Untuk Kanker Paru dan Mesotelioma
Di tempat kerja, bahan karsinogen yang dianggap penting untuk kanker paru ialah asbes, radon, arsenik, krom, silika, berilium, nikel, kadmium dan hasil pembakaran diesel.1 Sedangkan bahan karsinogen yang penting untuk mesotelioma adalah asbes, talk yang mengandung asbes dan erionite.1,15 Sudah barang tentu bahan karsinogen di dalam asap rokok tetap merupakan faktor paling penting apalagi bila pajanan terjadi juga di tempat kerja. HUBUNGAN ASBES DENGAN KANKER PARU & MESOTELIOMA Asbes dibagi atas 2 kelompok besar yaitu serpentine dan amphibole.2,16 Chrysotile atau asbes putih adalah satu-satunya kelompok serpentine sedangkan kelompok amphibole terdiri atas crocidolite, amosite, actinolite, anthophyllite dan tremolite.16,17 Pajanan asbes diketahui memberikan efek terhadap kesehatan seperti asbestosis, kanker paru dan mesotelioma.3 Reaksi pleura jinak yang lain dapat terjadi akibat pajanan asbes seperti efusi pleura, plak pleura (fibrosis lokal pada pleura parietal) dan fibrosis difus serta rounded atelectasis.12 Mekanisme asbes sebagai karsinogen belum difahami dengan jelas sampai saat ini. Ada beberapa teori yaitu :18
Kasus kanker paru yang berhubungan dengan asbes di AS mencapai puncak pada tahun 1990 yaitu sekitar 1200 kasus pertahun.7 Diperkirakan 6% kasus kanker paru pada laki-laki dan 1% pada perempuan terjadi akibat pajanan asbes. Data penelitian di Eropa menunjukkan 11,6% kasus kanker paru di Belanda dan 18,3% kasus di Italia berhubungan dengan pajanan asbes.2 Antara tahun 1988-1997 sebanyak 209 pekerja di Quebec didiagnosis kanker paru akibat pajanan asbes, sedangkan di China pada tahun 1993 ditemukan 67 kasus kanker paru akibat pajanan asbes.11,19 Kanker paru diidentifikasi pada pekerja yang terpajan serat asbes baik amphibole maupun chrysotile (ATSDR 2001).dikutip dari 16 Begitu pula mesotelioma dapat disebabkan oleh semua tipe serat asbes, amphibole 4-30 kali lebih karsinogen dibanding chrysotile.1 Sekitar 10% pekerja yang terpajan asbes akan menderita mesotelioma dalam kurun waktu > 30 tahun.13 Angka kematian setiap tahun akibat mesotelioma dalam kaitan dengan asbes di Inggris meningkat dari 153 tahun 1968 menjadi 1862 tahun 2002.10 Sekitar 250.000 kematian akibat mesotelioma diperkirakan terjadi di Eropa barat sampai tahun 2035 sebagai hasil penggunaan asbes kelompok amphibole di Industri.13 Berbagai penelitian tingkat selular pada hewan dan laporan kasus pada manusia menunjukkan hubungan yang erat antara pajanan asbes dengan mesotelioma ganas. Terdapat hubungan yang erat dengan dosis pajanan (dose respons-relationship) dan periode laten dalam 20-60 tahun setelah pajanan.1 Asbes kelompok amphibole sudah terbukti bersifat karsinogen baik pada kasus kanker paru maupun mesotelioma, hal ini sudah dibuktikan oleh berbagai penelitian.6,16,20 Karsinogenisiti amphibole yang tinggi mungkin disebabkan oleh karena biopersistensinya yang lama dan kandungan besi dalam seratnya yang dapat mengkatalisis produksi reactive oxigen radicals (H2O2 dan OH-).12 Sampai saat ini yang masih menjadi perdebatan adalah asbes putih (chrysotile). Sebagian penelitian menunjukkan bahwa pajanan chrysotile tetap berbahaya dan mempunyai efek karsinogenik meskipun kurang dibanding amphibole.1,16 Banyak tulisan dan laporan kasus menunjukkan bukti pajanan chrysotile dan mesotelioma seperti pertambangan chrysotile di Kanada, Italia, Zimbabwe, Afrika Selatan dan pekerja pabrik atau perusahaan yang menggunakan bahan yang mengandung chrysotile seperti di AS, Inggris, Jerman, Australia, Kanada dan Denmark.21 Salah satu alasan chrysotile tetap dianggap berbahaya adalah tidak ada asbes yang 100% chrysotile dan bebas serat amphibole, hal ini yang menyebabkan tetap ada efek karsinogen.6 Penelitian epidemiologi selama 40 tahun oleh McDonald dkk.20 menunjukkan bahwa chrysotile mempunyai efek karsinogen yang rendah. Serat asbes kelompok amphibole sering menjadi kontaminan pada chrysotile dan tremolite adalah serat yang sering ditemukan sebagai kontaminan.16 McDonald dkk.20 menemukan serat tremolite pada analisis jaringan paru orang yang terpajan asbes di pabrik yang menggunakan chrysotile. Kemungkinan terpajan serat asbes kelompok amphibole mungkin menjadi penyebab terjadinya kasus mesotelioma pada pajanan asbes putih.20 Penelitian kaitan pajanan chrysotile tanpa kontaminasi amphibole dengan dosis besar dalam jangka panjang seperti penelitian oleh Yano dkk.22 di China serta penelitian Camus dkk.dikutip dari 21 tetap menunjukkan efek karsinogen. Smith dkk. (1996) dikutip dari 23 menyimpulkan bahwa chrysotile adalah penyebab utama mesotelioma pada manusia. Hal ini dikemukakan berdasarkan data bahwa asbes adalah penyebab utama mesotelioma, sedangkan 95% asbes yang digunakan di seluruh dunia sampai saat ini adalah chrysotile. BEBERAPA ISYU BARU TENTANG ASBES PUTIH (CHRYSOTILE) Penelitian terbaru (4-6) memperlihatkan bahwa chrysotile tidak mempunyai efek karsinogen atau mempunyai sifat karsinogen yang rendah.4-6 Menurut Hodgson dkk.5 pajanan chrysotile berisiko rendah menyebabkan mesotelioma yaitu 1:100:500 untuk chrysotile, amosite dan crocidolite.5 Penelitian epidemiologi oleh Yarborough menyimpulkan data-data epidemiologi yang ada tidak mendukung hipotesis chrysotile yang tidak terkontaminasi amphibole sebagai penyebab mesotelioma. Beberapa hal yang mendukung hal ini antara lain pekerja yang terpajan chrysotile dan amphibole mempunyai risiko mesotelioma lebih rendah dibanding bila terpajan amphibole saja serta kasus mesotelioma yang terjadi pada pajanan yang tidak terkontaminasi amphibole tidak dapat membuktikan chrysotile sebagai penyebabnya.6 Chrysotile menarik tidak hanya dalam sifat kimia, ukuran dan bentuk tetapi juga biopersistensinya dan clearance di paru saat diinhalasi.4,6 Serat asbes yang respirabel adalah serat dengan panjang > 5 um, diameter < 3 um dan ratio panjang dan diameter > 3:1 (NOHSC).dikutip dari 16 Data penelitian pada binatang percobaan menunjukkan serat dengan panjang minimal 8 um bersifat toksik. Rasio panjang dan lebar 3:1 dipertimbangkan sangat berbahaya.24 Berbeda dengan amphibole yang merupakan serat dengan bentuk silindrik dan tunggal, chrysotile merupakan serat yang terdiri atas serat-serat yang lebih kecil/pendek dan rapuh (fibril). Serat chrysotile di dalam paru akan mudah pecah menjadi serat yang lebih pendek atau partikel yang lebih kecil. Selain itu penelitian Bernstein dkk.4 pada binatang percobaan menunjukkan biopersistensi dan clearance chrysotile lebih baik daripada amphibole. Serat chrysotile mengalami clearance yang cepat di paru (diretensi relatif dalam waktu singkat). Rekomendasi European Commision Directive 97/69/EC Nota Q menyatakan efek karsinogen serat dapat disingkirkan apabila biopersistensi inhalasi serat dengan panjang > 20 um mempunyai waktu paruh (T ½ ) < 10 hari atau biopersistensi instilasi intratrakea serat dengan panjang > 20 um mempunyai T ½ < 40 hari.Dikutip dari 4 Waktu paruh (T ½) chrysotile dengan panjang > 20 um dalam proses clearance di paru bervariasi dari 0,3-11,4 hari dan panjang 5-20 um dalam waktu 7-29,7 hari. Berbeda dengan T ½ kelompok amphibole bisa mencapai > 466 hari sampai tidak terhingga (Gambar 2).4
Risiko pajanan asbes terhadap efek kesehatan, khususnya kanker paru dan mesotelioma berkaitan dengan besarnya dosis pajanan, pajanan total/kumulatif. Pajanan total merupakan jumlah serat yang diinhalasi pertahun kerja yang diekspresikan dalam serat/ml tahun (f/ml years).17 Penelitian pajanan jangka panjang dengan chrysotile Brazil dosis subkronik tidak menemukan fibrosis serta respons inflamasi yang lebih rendah dibanding serat sintetik CMS. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pada pajanan 5000 kali lebih besar daripada nilai batas WHO 0,1 f/cm3 chrysotile tidak menunjukkan respons patologi yang signifikan.4 Berbagai data penelitian di luar negeri menyimpulkan asbes kelompok amphibole terbukti sebagai karsinogen baik untuk mesotelioma maupun kanker paru, sedangkan asbes putih atau chrysotile mungkin aman dan sifat karsinogennya jauh lebih rendah, meskipun masih menjadi perdebatan. Keamanan asbes putih atau chrysotile di Indonesia belum sepenuhnya dapat diterima, data penelitian sampai saat ini belum ada pada hal asbes putih adalah jenis yang dipakai secara luas di Indonesia. Penelitian lebih lanjut mengenai keamanan chrysotile di lingkungan kerja dan di masyarakat perlu dilakukan. Dalam menghadapi masalah mesotelioma/penyakit paru akibat kerja diperlukan kerjasama 3 pihak yaitu dokter paru, dokter kedokteran kerja dan pihak advokasi. Dokter paru berperan menetapkan diagnosis, selanjutnya konfirmasi penyebab di lingkungan kerja dilakukan oleh ahli kedokteran kerja dan apabila dapat dibuktikan maka advokasi oleh departemen tenaga kerja atau organisasi kemasyarakatan perlu dilakukan untuk mengatur aspek legal dan kompensasi bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
|
Sabtu, 04 Desember 2010
Kanker Paru, Mesotelioma dan Pajanan Di Lingkungan Kerja
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar