Sabtu, 04 Desember 2010

Faktor Prognosis Pasien Gawat Napas Di Ruang Perawatan Intensif
RS Persahabatan Dengan Kriteria APACHE III
Sila Wiweka*, Boedi Swidarmoko*, Menaldi Rasmin*, I Made Djaya** dan Anwar Jusuf*
* Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta
** Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Jakarta


ABSTRACT
Background : The intensive care unit needs specific facilities and medical experts and workers.The treatment is prioritized for patient with good prognostic. There are many scoring  systems can be applied in ICU, and some of them are APACHE, TRISS, TISS, SAPS, MPM and so on.
Method: A non analytic obsevasional study carried out on 66 patients that has been treated in ICU Persahabatan Hospital Jakarta since  March - October 2003. The data collected based on APACHE III Questioneres on the first 24 hours of medical treatment.
Result : APACHE III Average Score on the first day medical treatment is 39.48 ± 4.26; mean. Bivariate analysis the test of T with independent variable is the APACHE III score and with dependent variable is patient prognostic obtained by p=0,000 (95% confidence intervals –29.72 - -10.64). Multivariate analysis with a method of multiple logistics regression backward stepwise is obtained by having the variables, which have the real prognostic value on APACHE III system on first day of medical treatment: albumin serum and arterrial oxygen concentration  (PaO2). Sensitivity of APACHE III score on first day of treatment is 69.23% and the specificity is 79.25%. The cut of point APACHE III score on first day is 45.
Conclusion: The APACHE III score can be used as a tool to assist in selecting which patient who will be hospitalized and cared in ICU.  
Keyword: Intensive care, APACHE III, prognostic

PENDAHULUAN
 Perawatan intensif memerlukan fasiliti sarana, prasarana, biaya dan pelaksana di samping keadaan pasien yang dirawat. Skoring pasien di instalasi perawatan intensif (IPI) banyak ragamnya seperti acute physiology age chronic health evaluation (APACHE), the simplified acute physiology score (SAPS), mortality probability model (MPM), trauma injury severity score (TRISS), therapeutic intervention scoring system (TISS).1-3
Keadaan akut pasien dapat dipakai sebagai salah satu pedoman untuk menentukan prognosis pasien yang dirawat di IPI.1 Knaus dkk.2 meneliti 17.440 pasien yang dirawat pada 40 IPI di Amerika Serikat tahun 1991. Penelitian ini merupakan lanjutan atau perbaikan dari APACHE sebelumnya. Skor APACHE III banyak dilaporkan pada beberapa jurnal untuk memprediksi prognosis pasien yang dirawat di perawatan intensif.1-28 Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dkk.di Amerika Serikat tahun 1998 mendapatkan hasil yang sangat baik, tidak ada perbedaan antara prediksi kematian rumah sakit (12,27 %) dengan hasil yang diamati (12,35%). Hasil perhitungan statistik berbeda bermakna dan signifikan (p<0.001) antara yang diamati dan yang diprediksi.27
Vassar dkk.10 mendapatkan sensitiviti dan spesifisiti APACHE III lebih baik dibandingkan dengan APACHE II dan TRISS (APACHE III sensitiviti 60% dan spesifisiti 98%, APACHE II sensitiviti 38% dan spesifisiti 99%, dan TRISS sensitiviti 52% dan spesifisiti 94%). Penelitian multisenter ini dilakukan untuk memprediksi hasil perawatan pasien di instalasi perawatan intensif.Spesifisiti dan sensitiviti untuk pasien gawat napas belum pernah dilaporkan. Tanumiharja dan Hariadi melakukan penelitian di Surabaya tahun 1993 pada pasien gawat paru mendapatkan hasil, bila skor APACHE III lebih besar dari 64 maka harus diwaspadai dan perlu diambil langkah-langkah yang lebih intensif.11
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat skor APACHE III dalam menentukan prognosis pasien yang dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan,  mendapatkan  cut  of  point  skor   APACHE III pada pasien yang mempunyai prognosis buruk dan untuk memperoleh sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III

BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental observasional analitik untuk menilai sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III pada pasien gawat napas yang dirawat di ruang intensif.29 Penelitian dilakukan di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan/Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI Jakarta mulai Maret sampai dengan Oktober 2002. Populasi penelitian adalah pasien yang dirawat di ruang instalasi perawatan intensif  dengan penyakit dasar paru dan pascabedah toraks. Data pasien dikumpulkan berdasarkan kuisioner APACHE III yang baku saat 24 jam pertama perawatan,  kemudian diolah menggunakan komputer disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan narasi. Saat penelitian dirawat 217 pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 66 orang.  
HASIL
           
Pada tabel 1 di bawah ini tampak rerata umur pasien yang dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan adalah 48,62 ± 4,46 tahun (2 standard error /SE), dengan umur termuda 20 tahun dan tertua 89 tahun. Rerata skor fisiologik adalah 29,39 ± 3,18 dan skor APACHE III hari pertama adalah 39,48 ± 4,26. Rerata lama perawatan IPI adalah 6,77 ± 1,39 hari.

Tabel 1. Analisis Univariate Data Kontinyu Variabel APACHE III
Variabel  
Mean  ± 2 SE
Umur
48,62  ± 4,46
Nadi
111,20  ± 44,52
MAP (mean arterial pressure)
93,94  ±   35,98
Temperatur
36,67  ± 0,22
Respirasi
21,15  ± 2,04
pH
7,36  ± 0,03
PaCO2
52,53  ± 6,9
PaO2
124,78  ±  18,94
A-a DO2
149,58  ± 21,92
Hematokrit
32,14  ± 1,38
Leukosit
16,56  ± 1,52
Kreatinin serum
1,05  ± 0,20
Urin 24  jam (cc)
2079,55  ± 253,86
BUN (blood ureum nitrogen)
5,73  ± 0,9
Sodium
141,42  ± 2,64
Albumin
3,10  ± 0,14
Bilirubin
0,87  ± 0,19
Glukosa serum
164,97  ± 16,22
Skor fisiologik
29,39  ± 3,18
Skor APACHE III
39,48  ± 4,26
Lama rawat IPI
6,77 ±  1,39
  Usia terbanyak pada penelitian ini adalah kurang dari 45 tahun (40,9%). Usia di atas 65 tahun adalah 14 (21,2%). Ini mengambarkan bahwa pasien yang dirawat sebagian besar adalah umur yang masih produktif. Pasien yang dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan berdasarkan distribusi kelompok umur dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Distribusi Pasien Yang Dirawat di Instalasi Perawatan Intensif  Berdasarkan Umur
Umur (tahun)
Jumlah (n)
Persentase (%)
< 45
27
40,9
45-54
15
22,7
55-64
10
15,2
65-74
8
12,1
75-84
5
  7,6
³ 85
1
  1,5
Jumlah
66
100
Penelitian ini mendapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 47 orang (71,2 %), sedangkan perempuan 19 orang (28,8%). Ini menunjukkan bahwa pasien laki-laki lebih banyak dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan. Kasus pascabedah saat penelitian ini dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan adalah 36 orang (54,5%). Pasien yang dirawat saat masuk IPI sebagian besar dengan kesadaran normal (GCS=15) yaitu 58 orang (87,9%). Sebagian besar pasien tanpa penyakit komorbid seperti yang ditentukan dalam skor APACHE III yaitu 65 orang (98,5%). Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, jenis kasus, neurologik dan penyakit komorbid dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Yang Dirawat Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin, Jenis Kasus,  Neurologik dan Penyakit Komorbid 
Variabel

n
Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
47
71, 2

Perempuan
19
28, 8
Jenis kasus
Nonbedah
30
45, 5

Pascabedah
36
54, 5
Neurologik
GCS < 15
8
12, 1

GCS = 15
58
87, 9
Komorbid
Tidak ada
65
98, 5

Ada
1
1, 5
       Penyakit terbanyak yang menyebabkan pasien mendapat pembedahan adalah TB paru sebesar 9 kasus (25%), setelah itu jamur paru dan tumor paru sebesar 6 kasus (16,67%).  Pada tabel 4.di bawah ini tampak berbagai diagnosis penyakit dasar paru yang dilakukan pembedahan. Tidak ada tindakan bedah emergensi saat penelitian ini.  Semua pasien saat penelitian ini setelah menjalani pembedahan dirawat di instalasi perawatan intensif. Torakotomi dengan approach posterolateral sebanyak 34 kasus (94,4%), sedangkan approach medial (sternotomi) hanya 2 kasus (5,56%).
Tabel 4. Distribusi Pasien Yang Dirawat di IPI Berdasarkan Jenis  Pembedahan Dengan Diagnosis Utama
Jenis pembedahan dan diagnosis utama
Jumlah (n)
Persentase (%)
Torakotomi (posterolateral approach)
34
94,40
            Infeksi non TB
1
2,78
            Bula multipel
1
2,78
            Jamur paru
6
16,67
            TB paru
9
25,00
            Bekas TB
4
11,11
            PPOK
1
2,80
            Trauma
4
11,11
            Tumor paru
6
16,67
            Tumor mediastinum
1
2,78
            Tumor dinding dada
1
2,78
Sternotomi (medial approach)
2
5,60
            Bulae multipel
1
2,78
            Tumor mediastinum
1
2,78
J u m l a h
36
100
      RS Persahabatan sebagai pusat rujukan untuk kasus paru dan bedah toraks. Kasus nonbedah saat masuk IPI yang terbanyak adalah pneumonia yaitu 21 pasien (70%). Kasus nonbedah lainnya seperti tampak pada tabel 5.di bawah ini.
Tabel 5. Distribusi Pasien Yang Dirawat di IPI Berdasarkan Diagnosis Nonbedah Penyebab Masuk IPI
Diagnosis saat masuk IPI
Jumlah (n)
Persentase (%)
Asma akut berat
3
10,00
Edema paru
1
3,33
Hematopneumotoraks
1
3,33
Kesadaran menurun
1
3,33
Pneumomediastinum
1
3,33
Pneumonia
21
70,00
Pneumotoraks
           1
3,33
Rejatan septik
1
3,33
Jumlah
30
100
     Pasien yang keluar perawatan intensif dalam keadaan hidup sebanyak 53 orang (80,3%), sedangkan yang mati sebanyak 13 orang (19,7%). Pada gambar 1. di bawah ini tampak keadaan pasien yang keluar perawatan ini lebih banyak yang hidup dibandingkan dengan yang mati.  
Gambar 1. Distribusi kondisi pasien keluar perawatan IPI
Ruang pemulihan kamar bedah adalah asal perawatan terbanyak pada pasien penelitian ini yaitu 35 orang (53 %), sedangkan rujukan dari IPI rumah sakit lain hanya 1 orang (1,5 %). Distribusi asal perawatan sebelum masuk perawatan intensif dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Distribusi Pasien Yang Dirawat di IPI Berdasarkan Asal Perawatan Sebelumnya
Asal perawatan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ruang pemulihan kamar bedah
35
53,0
Instalasi gawat darurat
12
18,2
Ruang perawatan
18
27,3
IPI rumah sakit lain
1
1,5
Jumlah
66
100
Analisis bivariate
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel tidak tergantung yaitu semua variabel yang telah baku skor APACHE III dengan variabel tergantung yaitu keluar dari perawatan dalam keadaan hidup atau mati. Data kontinyu dilakukan analisis bivariate dengan uji T, sedangkan data kategorikal dilakukan uji Chi-Square. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan skor APACHE III hari pertama perawatan dengan prognosis pasien saat keluar IPI. Prognosis jelek bila terjadi kematian pasien. Dugaan kematian pasien kritis yang baru masuk IPI perlu ditegakkan untuk mengetahui besarnya peluang pasien memperoleh keuntungan dari perawatannya. Hal ini penting diketahui untuk mengoptimalkan pemakaian sumber daya yang mahal dan penyediaan sarana terbatas, agar perawatan tidak sia-sia. Tolok ukur dalam hal ini adalah kematian, karena cukup sensitif dalam menggambarkan kemampuan kerja IPI untuk mengelola kasus-kasus kritis yang dirawat. Data katagorikal juga dilakukan analisis bivariate, sebelum dianalisis variabel dikelompokan menjadi 2 bagian agar memperoleh hasil tabel 2 kali 2 pada uji Chi-Square seperti pada GCS dijadikan GCS normal atau GCS=15 dan menurun atau GCS<15, lama perawatan menjadi lebih atau sama dengan 7 hari dan kurang dari 7 hari, asal perawatan sebelum masuk IPI dari perawatan rumah sakit Persahabatan yaitu ruang rawat dan ruang pemulihan kamar operasi, sedangkan dari luar perawatan RS Persahabatan yaitu IGD dan IPI rumah sakit lain. Jenis kelamin dan jenis kasus telah terkelompokkan menjadi dua. Pasien yang keluar dari instalasi perawatan intensif RS Persahabatan dalam kondisi mati dengan jenis kelamin perempuan adalah 5 orang, sedangkan laki-laki 8 orang. Uji Chi-Square diperoleh nilai X2=0,268 dan p=0,496 berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dengan kemungkinan mati pasien. Pasien keluar dari instalasi perawatan intensif RS Persahabatan pada kasus nonbedah mati adalah 10 orang, sedangkan pascabedah 3 orang. Uji Chi-Square diperoleh nilai X2=6,466 dan p=0,014 berarti ada perbedaan antara jenis kasus yang dirawat di IPI dengan kemungkinan mati pasien. Risiko kemungkinan pasien nonbedah mati adalah 4 kali dibandingkan pascabedah. Pasien keluar dari instalasi perawatan intensif RS Persahabatan kurang dari 7 hari adalah 9 orang dalam keadaan mati, sedangkan yang dirawat lebih atau sama dengan 7 hari adalah 4 orang. Pada uji Chi-Square diperoleh nilai X2=0,000 dan p=1,000 berarti tidak ada perbedaan antara lama perawatan 7 hari di IPI dengan kemungkinan mati pasien. Pasien yang berasal dari luar RS Persahabatan 6 orang mati saat keluar IPI, sedangkan yang berasal dari RS Persahabatan adalah 7 orang. Pada uji Chi-Square diperoleh nilai X2=5,232 dan p=0,015 berarti ada perbedaan antara asal perawatan luar RS Persahabatan dengan RS Persahabatan dengan kemungkinan mati pasien. Risiko kemungkinan pasien asal perawatan sebelum masuk IPI dari luar RS Persahabatan mati adalah 3,5 kali dibandingkan dengan asal rawat RS Persahabatan. Pasien  keluar dari instalasi perawatan intensif RS Persahabatan dengan GCS<15 dalam keadaan mati adalah 4 orang, sedangkan dengan GCS=15 adalah 9 orang. Pada uji Chi-Square diperoleh nilai X2=3,330 dan p=0,042 berarti ada perbedaan antara GCS<15 dengan GCS=15 pada kemungkinan mati pasien. Risiko kemungkinan pasien yang saat tiba di IPI dengan GCS<15 mati adalah 3,22 kali dibandingkan dengan GCS=15. Pasien keluar IPI mati dengan penyakit komorbid tidak ada, sedangkan yang tidak ada penyakit komorbid adalah 13 orang. Pada uji Chi-Square diperoleh nilai X2=0,000 dan p=1,000 berarti tidak ada perbedaan antara pasien dengan atau tanpa penyakit komorbid dengan kemungkinan hidup/mati pasien keluar dari perawatan IPI. Hasil  analisis bivariate  data katagorikal dapat dilihat pada tabel 7.di bawah ini.
Tabel 7. Hasil  Analisis Bivariate  Data Kategorikal Dengan Keluar IPI


Keluar
IPI
Jml
X2
p
RR
95% CI
Variabel

Mati
Hidup





Jenis kelamin
Perempuan
5
14
19
0,268
0,496
1,546
0,579– 4,128

Laki-laki
8
39
47




Jenis kasus
Nobedah
10
20
30
6,466
0,014
4,0
1,210-13,224

Bedah
3
33
36




Lama rawat
< 7 hari
9
39
48
0,000
1,000
0,844
0,296-2,401

> 7hari
4
14
18




Asal rawat
Luar RS
6
7
13
5,232
0,015
3,495
1,412-8,648

RS
7
46
53




Neurologik
GCS < 15
4
4
8
3,330
0,042
3,222
1,288-8,601

GCS = 15
9
49
58




Komorbid
Ada
0
1
1
0,000
1,000
1,250
1,107-1,412

Tidak ada
13
52
65




Keterangan : X2= nilai Chi-Square, p=kemaknaan, RR= ratio relatif,  CI =convidence interval     
Data kontinyu dianalisis bivariate dengan uji T untuk memperoleh hubungan antara variabel tidak tergantung dengan kondisi pasien keluar perawatan IPI. Pada uji T ini variabel tidak tergantung mempunyai hubungan dengan prognosis pasien bila nilai p<0,05, sedangkan bila p>0,05 tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Uji T terhadap variabel–variabel yang ada diperoleh beberapa variabel dengan nilai p<0,05 yaitu variabel frekuensi nadi p=0,018, variabel respirasi p=0,001, variabel PaO2 p=0,000, variabel leukosit p=0,025, variabel jumlah urin 24 jam p=0,047, variabel albumin p=0,006, variabel skor fisiologik p=0,000 dan skor APACHE III p=0,000. Sedangkan uji T pada variabel lainnya memperoleh nilai p>0,05 yaitu variabel umur p=0,556, tekanan darah rata-rata p=0,062, temperatur p=0,404, pH p=0,435, PaCO2 p=0,059, A-aDO2 p=0,519, hematokrit p=0,680, kreatinin serum p=0,584, BUN p=0,187, sodium p=0,672, bilirubin p=0,431, glukosa serum p=0,566 dan lama perawatan IPI p=0,74. Artinya tidak ada hubungan masing-masing variabel ini dengan prognosis pasien saat keluar dari instalasi perawatan intensif RS Persahabatan. Hasil uji T ini dapat dilihat pada tabel 8.di bawah ini
Tabel 8. Hasil analisis bivariate data kontinyu dengan keluar IPI
Variabel
Prognosis
n
Mean
SE
T
p
95% CI
Ket
Umur
Hidup
53
47,96
2,53
-0,593
0,556
-14,62 - 7,93
NS

Mati
13
51,31
4,87




Nadi
Hidup
53
108,02
3,06
-2,429
0,018
-29,41 - -2,86
S

Mati
13
124,15
4,88




MAP
Hidup
53
95,52
2,61
1,935
0,062
-0,444 -16,449
NS

Mati
13
87,51
3,21




Temperatur
Hidup
53
36,62
0,11
-0,840
0,404
-0,762 - 0,311
NS

Mati
13
36,85
0,28




Respirasi
Hidup
53
19,55
1,03
-3,417
0,001
-12,91 - -3,38
S

Mati
13
27,69
2,39




PH
Hidup
53
7,37
1,33
0,803
0,435
-0.007 - 0,146
NS

Mati
13
7,33
4,79




PaCO2
Hidup
53
48,10
3,22
-2,048
0,059
-46,049 -1,018
NS

Mati
13
70,61
10,51




PaO2
Hidup
53
138,92
10,84
5,628
0,000
46,294 - 97,334
S

Mati
13
67,11
6,74




A-a DO2
Hidup
53
146,05
12,37
-0,648
0,519
-73,243 - 37,372
NS

Mati
13
163,98
24,05




Hematokrit
Hidup
53
32,29
0,71
0,414
0,680
-2,766 - 4,213
NS

Mati
13
31,56
2,03




Leukosit
Hidup
53
15,72
0,76
-2,298
0,025
-7,952  - -0,557
S

Mati
13
19,98
2,11




Kreatinin
Hidup
53
1,02
0,11
-0,551
0,584
-0,643 - 0,365
NS
Serum
Mati
13
1,16
0,22




Urin 24 jam
Hidup
53
1019,00
139,97
2,023
0,047
7,77 – 1253,63
S

Mati
13
956,04
265,16




BUN
Hidup
53
5,43
0,46
-1,332
0,187
-3,779 - 0,755
NS

Mati
13
6,95
1,32




Sodium
Hidup
53
141,70
1,53
0,426
0,672
-5,243 - 8,085
NS

Mati
13
140,28
2,52




Albumin
Hidup
53
3,19
7,54
2,863
0,006
0,140 - 0,787
S

Mati
13
2,73
0,11




Bilirubin
Hidup
53
0,83
0,11
-0,792
0,431
-0,668  - 0,289
NS

Mati
13
1,02
0,13




Glukosa serum
Hidup
53
167,30
9,26
0,577
0,566
-29,13 - 52,81
NS

Mati
13
155,46
16,92




Skor  fisiologik
Hidup
53
26,57
1,54
-3,980
0,000
-21,56 - -7,15
S

Mati
13
40,92
3,75




APACHE III
Hidup
53
35,51
2,08
-4,226
0,000
-29,72 - -10,64
S

Mati
13
55,69
4,59




Lama rawat IPI
Hidup
53
6,89
0,83
0,33
0,74
-2,93- 4,09
NS

Mati
13
6,31
0,99














Keterangan : n = jumlah sampel, SE= standard error, t= uji T, p=kemaknaan, CI =convidence interval,  S=signifikan, NS=tidak signifikan
Analisis multivariate
Analisis multivariate dilakukan dengan metode regresi logistik multipel backward stepwise yaitu analisis bertingkat dengan jalan mengeluarkan variabel–variabel yang memiliki p>0,05 tertinggi sampai tidak ada lagi variabel yang memiliki nilai p>0,05. Setelah dilakukan tujuh langkah hanya 2 variabel yang tersisa dengan nilai p<0,05, dengan kata lain variabel yang tersisa ini adalah variabel yang benar-benar memiliki nilai prediktif atau kekuatan hubungan bermakna dengan kematian yang terjadi. Variabel APACHE III yang sudah baku ternyata hanya variabel PaO2 dan albumin memiliki kekuatan hubungan bermakna (memiliki nilai prediksi). Konstanta pada tabel 9.dan koefisien masing-masing variabel prediksi merupakan komponen dasar dalam menghitung besarnya probabiliti kematian pasien yang dirawat di IPI. Maka formulasi dari penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut :
 Logit = -7,274 + 1,830 x1 + 0,038 x2 atau
Logit = -7,274 + 1,830 (albumin) + 0,038 (PaO2) 
Tabel 9.  Hasil analisis multivariate variabel APACHE III dengan prognosis pasien di IPI RS Persahabatan







     95% CI
for RR
Variabel
b
S.E
Wald
df
Sig.
RR
Bawah
Atas
PaO2
0,038
0,016
5,826
1
0,016
1,963
1,007
1,071
Albumin
1,830
0,794
5,311
1
0,021
6,234
1,315
29,558
Konstanta
-7,274
7,294
6,776
1
0,009
0,001


Keterangan : b= koefisien beta, RR= relatif ratio
 Prognosis pasien dipengaruhi oleh kadar albumin darah dan tekanan oksigen dalam arteri (PaO2) secara bersama-sama dengan konstanta 7,274. Setiap peningkatan 1 unit albumin akan menyebabkan penurunan prognosis (kematian) sebesar 1,83 unit dan setiap peningkatan tekanan oksigen dalam arteri 1 unit akan menyebabkan penurunan prognosis 0,038 unit. Risiko peningkatan kadar albumin darah untuk menyebabkan kematian adalah 6,23 kali dengan penurunan albumin. Peningkatan kadar albumin darah bersifat pencegahan terhadap kematian. Penurunan PaO2 akan meningkatkan risiko kematian adalah 1,96 kali. Berarti peningkatan PaO2 bersifat pencegahan terhadap kematian.
Arti dari formulasi dari penelitian ini, dapat dipakai sebagai acuan untuk menghitung dugaan kematian (mortality probability) pasien yang dirawat di IPI. Misalkan seorang pasien masuk perawatan IPI dengan kadar albumin dalam darah adalah 4 gram/liter dan PaO2 adalah 60 mmHg. Maka dugaan kematiannya adalah:
Pertama menentukan nilai logit berdasarkan rumus:
                   g(x)=logit = (p/1-p) = b0 + b1x1 + b2x2 +….+ bkxk  dan
Kedua menentukan nilai y atau probabiliti mortaliti dengan rumus:
                   Pr (y) = 1/logit x 100%
Keterangan :
  - b0 adalah koefisien konstanta
  - b1 adalah koefisien variabel tidak tergantung 1
  - x1  adalah variabel tidak tergantung 1
  - b2 adalah koefisien variabel tidak tergantung 2
  - x2 adalah variabel tidak tergantung 2 dan seterusnya
            Logit   = -7,274 + 1,830 (albumin) + 0,038 (PaO2)
            Logit   = -7,274+ 1,83 (0) + 0,038 (1)
                        = -7,236
            Jadi Y  = 1/7,236 x 100%
                         = 13,82%
               Jadi dugaan kematian pasien adalah 13,82% artinya apabila ada 100 orang dengan kondisi seperti di atas maka 14 orang di antaranya akan mati dalam perawatan di IPI. Angka kelangsungan hidup pasien tersebut ditentukan apakah mampu merawat dan menghindari kematian dari 14 orang yang mungkin akan mengalami kematian tersebut.
Salah satu tujuan penelitian ini adalah mendapatkan nilai cut of point  skor APACHE III pada pasien dengan prognosis buruk. Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan cut of point skor APACHE III dengan cara mencoba nilai antara rata-rata skor APACHE III mati dengan nilai rata-rata hidup secara uji Chi-Square. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya di dapatkan nilai skor APACHE III untuk memperoleh p<0,05 terkecil yaitu pada nilai skor 45. Cut of point skor APACHE III yang mempunyai hubungan dengan prognosis pasien yang dirawat di IPI adalah 45, pasien dengan skor APACHE III lebih atau sama dengan 45 keluar dari perawatan di IPI mati adalah 9 orang sedangkan skor yang kurang dari 45 adalah 4 orang. Uji Chi-Square didapatkan nilainya 9,433 dengan p=0,001 ini berarti ada perbedaan antara skor 45 pada pasien yang dirawat di IPI dengan prognosis keluar perawatan. Artinya pasien mempunyai risiko kematian saat keluar dari perawatan di IPI adalah 5,175 kali bila skor APACHE III hari pertamanya lebih atau sama dengan 45, atau pasien keluar dari perawatan di IPI dalam keadaan hidup bila skor APACHE III hari pertama dirawat kurang dari 45 sebesar 5,175 kali. Hasil uji ini seperti tampak pada tabel 10.di bawah ini.
 Tabel 10.Cut off point skor APACHE III terhadap prognosis pasien yang dirawat di IPI RS Persahabatan


Keluar
IPI
Jml
X2
p
RR
95% CI


Mati
Hidup





APACHE III
Skor ³ 45
9
11
20
9,433
0,001
5,175
1,803 – 14,853

Skor < 45
4
42
46




Jumlah

13
53
66




Keterangan : X2= nilai Chi-Square,p=kemaknaan, RR= ratio relatif, CI =convidence interval
           Hasil uji Chi-Square pada tabel 10.di atas dapat dihitung juga sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III terhadap prognosis pasien yang dirawat di instalasi perawatan intensif RS Persahabatan. Perhitungan sensitiviti nyata adalah pembagian antara jumlah pasien yang diamati mati dengan skor APACHE III ³ 45 dengan jumlah seluruh pasien mati selama penelitian. Sedangkan sensitiviti dugaan/perkiraan kematian dengan menghitung dugaan kematian pasien dengan seluruh pasien yang mati pada skor yang sama. Spesifisiti nyata hidup pasien adalah pembagian antara jumlah pasien yang diamati hidup dengan skor APACHE III<45 dengan jumlah seluruh pasien hidup selama penelitian. Sedangkan spesifisiti dugaan/perkiraan hidup pasien dengan menghitung dugaan pasien hidup dengan seluruh pasien yang hidup pada skor yang sama. Berdasarkan tabel 11.di bawah ini perhitungan sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III terhadap prognosis pasien di IPI adalah sebagai berikut:
            -
Sensitiviti kematian nyata adalah 9/13 x 100% = 69,23%, sedangkan perkiraannya adalah 3,9/13 x 100% = 30.00%.
            -
Spesifisiti nyata hidup pasien adalah 42/53 x 100% = 79,25%, sedangkan perkiraannya adalah 36,9/53 x 100% = 69,62%.

Tabel 11. Sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III terhadap prognosis pasien di IPI



Keluar
IPI
Total



Mati
Hidup

APACHE III
Skor ³ 45
Nyata
9
11
20


Perkiraan
3,9
16,1
20

Skor < 45
Nyata
4
42
46


Perkiraan
9,1
36,9
46
Jumlah

Nyata
13
53
66


Perkiraan
13
53
66


DISKUSI
Variabel tidak tergantung pada tabel 1.adalah data awal variabel baku pada skor APACHE III, variabel ini telah diuji kesahihanya di pusat perawatan intensif di beberapa negara seperti Spanyol, Portugal, Inggris, Brasil, Jerman, Finlandia, Jepang, Australia dan Amerika Serikat sebagai negara pertama kali mendeklarasi sistem ini (multicenter, multinational study). Rerata umur pada penelitian ini adalah 48,62 ± 4,96 tahun (2 SE), hampir sama dengan yang didapat oleh Suranadi memakai MPM yaitu 44,35 ± 18,94 tahun (2 SE),30 sedangkan Knaus dkk2 mendapatkan 59,4 ± 14,3 tahun. Peneliti lainnya melaporkan tidak ada perbedaan bermakna terhadap faktor usia, untuk itu dianjurkan agar berhati-hati membuat keputusan pembatasan terapi pada kelompok umur tua.
Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar pasien yang dirawat di ruangan intensif adalah laki-laki, penelitian di RS Persahabatan mendapatkan sebesar 71,2% pasien laki-laki. Hasil ini sama dengan beberapa penelitian yang dilakukan pada beberapa perawatan intensif. Hanya penelitian yang dilaporkan oleh Scheinhorn dkk.23 saja jenis kelamin perempuan (57%) lebih besar persentasenya. Pada analisis bivariate membandingkan jenis kelamin dengan prognosis pasien keluar perawatan IPI tidak bermakna secara statistik dimana p=0,496 (p>0,05).
Jumlah kasus yang banyak dirawat di IPI pada penelitian ini adalah kasus pascabedah yaitu 54,5 % hal ini sesuai dengan fungsi RS Persahabatan sebagai pusat rujukan nasional untuk kasus penyakit paru dan respirasi. Approach posterolateral adalah terbanyak dipilih yaitu 94,4%. Beberapa penelitian perawatan intensif lebih banyak mendapatkan pasien yang dirawat adalah kasus nonbedah, seperti Zimmerman dkk.27(71,5%), Beck dkk.7(65,1%) dan Markgraf dkk.19(66%), sedangkan kasus nonbedah lebih banyak dilaporkan oleh peneliti Staudinger dkk.22(56%), Sirio dkk.13(63%)  dan Cook dkk.17 (53,2%)
Kasus nonbedah yang menyebabkan pasien dirawat di IPI pada penelitian ini adalah pneumonia yaitu 70%, namun penyakit utama yang ditangani atau dirawat hampir seluruh penyakit paru dan keganasan di paru. Pasien dirawat di IPI sebagian besar dalam kesadaran normal sebesar 87,9% dan tanpa memiliki status komorbid seperti yang ditetapkan pada sistem APACHE III 98,5%. Beberapa hasil penelitian yang mempublikasikan hasil dengan penyakit komorbid sesuai dengan kriteria APACHE III adalah penelitian yang dilakukan oleh Cook dkk­.­17(17,2%) Zimmerman dkk.27(13,3%) Markgraf dkk.19(12%) Rosenberg dkk.28(25%) Sirio dkk.13 (14,3%)dan Knaus dkk.16(25%).
Lama perawatan di ruang intensif mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan oleh pasien. Lama perawatan pasien terbanyak adalah 4 hari (33,3%), yang terlama dirawat adalah 32 hari dialami pada seorang pasien seperti pada tabel 12. Penelitian di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan rerata lama perawatan di ruang intensif adalah 6,77 ± 1,39 hari. Fernandez dkk.5 melaporkan rerata lama perawatan adalah 7,11 ± 10,56 hari, Castella dkk.26 6,6 ± 9,5 hari, sedangkan Markgraf dkk.19 melaporkan rerata lama perawatan adalah 3,8 ±  6,5 hari.
Hasil penelitian skor fisiologi di RS Persahabatan mendapatkan hasil 29,39 ± 3,18, setelah dilakukan uji bivariate memperoleh hasil p=0,000 secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara pasien yang hidup dengan yang mati saat keluar perawatan intensif dengan skor fiosiologi. Rerata hasil penelitian ini seperti yang dilaporkan oleh Zimmerman dkk.27(34,2 ± 24,6), Rosenberg dkk.28 (34,8 ± 24,9),  sedangkan Sirio dkk.13 melaporkan lebih tinggi yaitu 46,9 ± 27,6 .
Nilai rerata skor APACHE III yang didapat pada penelitian ini adalah sebesar 39,48 ± 4,26, sedangkan penelitian lainnya mendapatkan nilai yang berbeda pada masing masing pusat perawatan intensif di berbagai negara, seperti yang dilaporkan Fernandez dkk.5 (53,64 ± 26,11), Beck dkk.7 (54,3 ± 28,6), Scheinhorn dkk.23 (34,0 ± 19,2). Skor APACHE III dilaporkan dipakai pada berbagai penyakit dan dimodifikasi sesuai dengan keinginan peneliti namun nilai dan kuisioner yang dipakai adalah standar. Pada penelitian di RS Persahabatan dilakukan pada pasien gawat napas dengan penyakit dasar paru dan pascabedah toraks karena berperan sebagai rujukan nasional untuk kasus-kasus tersebut. Skor APACHE III pada penelitian ini pada uji statistik bivariate mendapatkan p=0,000 artinya terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara pasien yang keluar hidup dan mati dari ruang perawatan intensif. Kondisi pasien pada penelitian ini adalah keluar dari ruang perawatan hidup berarti prognosis baik, bila mati prognosisnya jelek. Pada penelitian ini kematian selama perawatan IPI diperoleh nilai sebesar 19,7%. Peneliti lain melaporkan persentase kematian pasien pada masing-masing perawatan intensif seperti Cook dkk. 17 (10,0%), Glance dkk. 20 ( 12,8%), Sirio dkk. 13 (6,3%) dan Knaus dkk. 16 (31%)
Analisis bivariate pada penelitian ini dengan cara membandingkan variabel yang tidak tergantung dengan variabel tergantung, uji yang dipakai adalah uji T pada data kontinyu dan uji Chi-Square pada data katagorikal. Uji Chi-Square mendapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan bermakna antara variabel tidak tergantung dengan kematian adalah jenis kasus (bedah dan nonbedah), skor neurologik (GCS <15 dan GCS=15) pasien saat masuk IPI dan asal perawatan (luar dan dalam RS) sebelum masuk IPI. Pada jenis kasus didapatkan nilai p=0,014 (RR 4,0, 95%CI= 1,210 – 13,224), skor neurologik pasien terdapat perbedaan bermakna dengan p=0.042, (RR=3,222, 95%CI= 1,288 - 8,601) dan asal perawatan sebelum masuk IPI terdapat perbedaan bermakna yaitu p=0,015 (RR= 5,232, 95%CI= 1,412 - 8,648). Sedangkan variabel katagorikal lainnya tidak ada perbedaan secara statistik dengan kematian saat keluar perawatan IPI. Uji T untuk data kontinyu penelitian ini terdapat beberapa variabel yang mendapatkan hasil yang berbeda bermakna secara statistik yaitu variabel nadi (p=0,018, 95%CI= -29,41- -2,86), respirasi (p=0,001, 95%CI= -12,91- -3,38), PaO2 (p=0,000, 95%CI= 46,24-97,334), leukosit (p=0,025, 95%CI= -7,952 - 0,557), jumlah urin 24 jam (p=0,047, 95%CI= 7,77 -1253,63), kadar albumin dalam darah (p=0,006, 95%CI= 0,140-0,787), skor fisiologik (p=0,000, 95%CI= -21,56- -7,15) dan skor APACHE III (p=0,000, 95%CI= -29,72- -10,64). Sedangkan variabel lainnya tidak berbeda bermakna secara statistik hasil ini dapat dilihat pada tabel 8. 
Analisis lanjutan pada penelitian ini adalah analisis multivariate yaitu untuk mendapatkan variabel tidak tergantung yang benar-benar berhubungan dengan kematian. Metode yang digunakan adalah regresi logistik multipel backward stepwise. Hasil akhir pada uji ini didapatkan formulasi yang berhubungan dengan kematian adalah albumin darah (p=0,021, RR=6,234, 95%CI= 1,315 - 29,558) dan PaO2 (p=0,016, RR=1,963, 95%CI= 1,007-1,071) dengan konstanta 7,274 seperti tampak pada tabel 9. Hanya varibel inilah secara statistik menentukan prognosis pasien pada penelitian ini. Formulasi ini dapat dipakai sebagai alat untuk menduga kematian pasien yang akan dirawat di IPI.
Cut of point APACHE III pada penelitian ini adalah point 45, berdasarkan uji statistik Chi-Square pada point ini didapatkan nilai p terkecil (p=0,001 RR=5,175, 95%CI=1,803 - 14,853) secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara poin > 45 dengan poin < 45 terhadap keadaan pasien saat keluar perawatan intensif.
Sensitiviti penelitian ini didapatkan berdasarkan uji Chi-Square pada cut of point, sensitiviti kematian nyata adalah 69,32%. Sensitiviti pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernandez dkk.13 mendapatkan sensitiviti sebesar 89,5 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan Vassar dkk.10 (60%). Spesifisiti penelitian ini adalah 79,25%. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian Fernandez dkk.13  yaitu sebesar 53%, lebih rendah bila dibandingkan dengan yang dilaporkan Vassar dkk.10 (98%). 

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis bertahap yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Cut off point skor APACHE III pada penelitian ini adalah  45
2. Sensitiviti skor APACHE III penelitian ini adalah 69,32% dan spesifisitinya 79,25 %
3. Kadar albumin dalam serum dan konsentrasi oksigen arteri (PaO2) ternyata mempunyai hubungan dengan prognosis pasien yang dirawat di IPI
4. Berdasarkan cut of point dari variabel yang maka formulasi dari masing-masing variabel tidak tergantung yang mempunyai hubungan dengan prognosis pasien saat keluar perawatan IPI adalah MAP, hematokrit, leukosit, jumlah urin 24 jam dan skor fisiologik
5. Skoring pasien sebelum masuk perawatan di IPI dapat dijadikan pedoman dalam menentukan probabiliti prognosis pasien.
SARAN
1. Untuk memperoleh skor APACHE III yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia, perlu diuji sistem ini di berbagai tempat perawatan intensif (multicenter)
2. Sensitiviti dan spesifisiti skor APACHE III dan APACHE II perlu diuji pada penelitian yang akan datang agar mendapatkan nilai yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di Indonesia
3. Perlu dilakukan penelitian dengan melihat perubahan terhadap prognosis pasien berdasarkan kadar albumin dan kadar PaO2 darah sebelum masuk IPI dan memberikan intervensi yang sama pada pasien baik kasus non bedah atau pasca bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Marik PE, Varon J. Severity scoring and outcome assessment. Computerized predictive models and scoring systems. Critical Care Clinics 1999;15:633-46
2.
Knaus WA, Wagner DP, Draper EA, Zimmerman JE, Bergner M, Bastos PG, et al. The APACHE III prognostic system, risk prediction of hospital mortality for critically ill hospitalized adults. Chest 1991;100:1619-36
3.
Lemeshow S. Modeling the severity of illness of ICU patients: A system update. Jama 1994;272:1049-55
4.
Sianturi A. APACHE III sebagai kriteria prognosis penderita gawat paru di ruang intensif. Jurnal Respirologi Indonesia 1996;16:170-8
5.
Fernandez RR, Mata GV, Bravo M, Aguayo-Hoyos E, Zimmerman JE, Wagner DP, et al. The APACHE III prognostic system: Customized mortality predictions for Spanish ICU patients. Intensive Care Med 1998;24:574-81
6.
Pappachan JV, Millar B, Bennett ED, Smith GB. Comparison of outcome from intensive care admission after adjustment for case mix by the APACHE III prognostic system. Chest 1999;115:802-10
7.
Beck DH, Taylor BL, Millar B, Smith GB. Prediction of outcome from intensive care: A prospective study comparing acute physiology and chronic health evaluation II and III prognostic systems in United Kingdom intensive care unit. Crit Care Med 1997;25:9-15
8.
Bastos PG, Sun X, Wagner DP, Knaus WA, Zimmerman JE. Application of the APACHE III prognostic system in Brazilian intensive care units: A prospective multicenter study. Intensive Care Med 1996;22: 564-70
9.
Woods AW, MacKirdy FN, Livingston BM, Norrie J, Howie JC. Evaluation of predicted and actual length of stay in 22 Scottish intensive care units using APACHE III system. Anaesthesia 2000;55:1058-65
10.
Vassar MJ, Lewis FR, Chambers JA, Mullins RJ, O`Brien PE, Weigelt JA, et al. Prediction of outcome in intensive care unit trauma patients.The Journal of Trauma: Injury, Infection, and Critical Care 1999;47:324-9
11.
Tanumiharja H, Hariadi S. Penentuan nilai prognostik dengan APACHE III pada penderita gawat paru yang dirawat di ruangan paru RSUD DR. Soetomo[tesis];1993
12.
Hyzy R. ICU scoring and clinical decision making. Chest 1995;107:  1482-3
13.
Sirio CA, Tajimi K, Taenaka N, Ujike Y, Okamoto K, Katsuya H. A cross-cultural comparison of critical care delivery. Japan and the United States. Chest 2002;121:539-48
14.
Bone RC, McElwee NE, Eubanks DH, Gluck EH. Analysis of indications for intensive care unit admission. Clinical efficacy assessment project: American College of Physicians. Chest 1993;104:1806-11
15.
Goldhill DR, Summer A. Outcome of intensive care patients in group of British intensive care units. Crit Care Med 1998;26:1337-45
16.
Knaus WA, Wagner DP, Zimmerman JE, Draper EA. Variations in mortality and length of stay in intensive care units. Annals of Internal Medicine 1993;118:753-61
17.
Cook DA, Sci BM. Performance of APACHE III models in an Australian ICU. Chest 2000;118:1732-8
18
Zimmerman JE, Wagner DP, Draper EA, Wright L, Alzola C, Knaus WA. Evaluation of acute physiology and chronic health evaluation III predictions of hospital mortality in an independent database. Crit Care Med 1998;26:1317-26
19.
Markgraf R, Deutschinoff LP, Scholten T. Comparison of acute physiology and chronic health evaluation II and III and simplified acute physiology score II:A prospective cohort study evaluating these methods to predict outcome in a German interdisciplinary intensive care unit. Crit Care Med 2000;28:26-33
20.
Glance LG, Osler T, Shinozaki T. Intensive care unit prognostic scoring systems to predict death:A cost-effectiveness analysis. Crit Care Med 1998;26:1842-9
21.
Livingston BM, MacKirdy FN, Howie JC, Jones R, Norrie JD. Assessment of the performance of five intensive care scoring models within a large Scottish database. Crit Care Med 2000;28:1820-7
22.
Staudinger T, Stoiser B, Mullner M, Locker GJ, Laczika K, Knapp S, et al. Outcome and prognostic factors in critically cancer patients admitted to the intensive care unit. Crit Care Med 2000;28:1322-8
23.
Scheinhorn DJ, Chao DC, Stearn-Hassenpflug M, LaBree LD, Heltsley DJ. Post-ICU mechanical ventilation.Treatment of 1.123 patients at regional weaning center. Chest 1997;11:1654-9
24.
Staudinger T, Stoiser B, Mullner M, Locker GJ, Laczika K, Knapp S, et al. Outcome and prognostic factors in critically ill cancer patients admitted in the intensive care unit. Crit Care Med 2000;28:1322-9
25.
Woods KE, Coursin DB, Madison WI, Grounds RM. Critical care outcomes in the United Kingdom. Sobering wake-up call or stabitlity of the Lamppost?. Chest 1999;155:614-6
26.
Castella X, Artigas A, Bion J, Kari A. A comparison of severity of illness scoring systems for intensive care unit patients: Results of a multicenter, multinational study. Crit Care Med 1995;1327-33
27.
Zimmerman JE, Dauglas P, Wagner DP.Prognostic system in intensive care: How do you interpret an observed mortality that in higher than expected?. Crit Care Med 2000;28:259-61
28.
Rosenberg AL, Zimmerman JE, Alzola C, Draper EA, Knaus WA. Intensive care unit length of stay:Recent  changes and future challenges.Crit Care Med 2000;28:3465-73
29.
Rubenfeld GD, Angus DC, Pinsky MR, Curtis R, Connors AF, Bernard GR. Outcomes research in critical care.Results of the American Thoracic Society Critical Care Assembly workshop on outcomes research. Am J Respir Crit Care Med 1999;160: 358-67
30.
Suranadi. Hubungan antara rentang waktu masuk UPI dengan mortalitas di UPI rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta (tesis);1999
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar